Karya: Dilla Vrisca Ivanti
Terlalu pagi untuk mengawali semuanya. Jam masih menunjukan angka lima,
namun Geighi sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Pita-pita kecil berwarna
merah yang telah dibentuk, tertempel apik di jilbab putihnya. kalung yang
terbuat dari puluhan permen dari rasa dan merk yang berbeda menggantung di
leher, tas kardus yang terbungkus kertas kado bertengger di bahu dan yang
terakhir adalah sepatu dan kaos kaki yang berbeda warna telah terpasang di
kakinya.
“Biar kak Rio yang anter kamu, liat tuh di luar masih gelep. Mana
kondisi hujan.” Sang mama tercinta tak tega melihat putri semata wayangnya
pergi sendiri ke sekolah di waktu matahari saja belum berganti tugas dengan
bulan.
“Enggak
boleh. Kata kakak kelas harus pergi sendiri. Mulai belajar mandiri. Masa udah
SMA masih dianterin.”
“Biar
kakak anter aja dek. Toh kakak kelas kamu enggak akan tahu.” Bujukan itu
dilontarkan saat sang adik bersikeras menolak.
“kakak kelas Geighi memang enggak akan tahu,
tapi Allah Maha Tahu.” Mamanya langsung diam, tidak merayu lagi saat Geighi
menyebutkan tentang Allah.
“Geighi berangkat dulu. Assalamualaikum.”
Geighi mencium pipi dan punggung tangan mamanya, dan tak lupa mencium punggung
tangan kakaknya.
“beneran kamu gak mau dianterin, nanti kalau di
jalan ada yang ngira kamu gila. Terus kamu diangkut ke rumah sakit jiwa
gimana?” Rio masih terus merayu adik tercintanya.
“ihh kak Rio, do’anya jelek,” Geighi melotot
marah. Mencubit kesal tangan kakaknya sambil berlalu pergi ke sekolah.
Geisha Ghania Izora, biasa dipanggil
Geighi. Lahir di Bogor 27 Januari 2002. Ibunya seorang dokter disalah satu
rumah sakit di Bogor, sedangkan sang ayah adalah seorang TNI angkatan darat.
Memiliki seorang kakak yang umurnya empat tahun di atasnya, kini kakaknya
tercatat sebagai mahasiswa di IPB,falkutas Ekologi Manusia. Geighi memiliki
ciri fisik yang enak dipandang. Tingginya 160 cm dengan berat 50 kg. Kulitnya
putih bersih khas wanita sunda dan memiliki dua lesung pipit yang sangat manis.
Geighi turun dari angkot tepat di depan gerbang sekolah barunya, SMA
Nusa Cendekia dan langsung disambut oleh kakak OSIS,
“Selamat subuh menjelang pagi” sapa kakak OSIS
yang bername tag Farah Putri.
“Selamat pagi kak.” Jawab Geighi dengan senyum
manisnya.
“jangan lupa isi lembar absen yang ada atas
meja guru ya.” Kata kakak kelas itu.
Geighi mengangguk patuh, lalu berpamitan untuk
pergi ke kelasnya. Sesampainya di kelas, Geighi mengisi absen seperti yang
diperintahkan kakak kelasnya tadi. Assalamualaikum Ucap Geighi saat memasuki
kelas dia tertidur? Tapi kenapa dia
belum menulis namanya di absen? Gumam Geighi, kemudian dia mengisi absen di
kolom kedua, karena kolom pertama bukan tempatnya, namun tempat untuk orang
yang kini tengah tertidur di bangku paling belakang. Kemudian Geighi duduk di
bangku paling depan dan melanjutkan hafalan Al-Qur’an yang sempat tertunda.
Jam tujuh tepat, dua orang pengurus OSIS memasuki kelas dan memeriksa
lembar absen.
“ada
yang belum mengisi absen?” hening
“Yang belum mengisi absen, maju ke depan!”
suara bising mendominasi kelas, mereka saling bertatapan satu sama lain.
“baiklah, saya panggil satu persatu, yang
dipanggil namanya harap angkat tangan.” Seisi kelas kompak mengangguk.
“...........” satu persatu nama sudah disebutkan, kakak
kelas bername tag Yazid Al Farruk melangkah menuju bangku paling belakang.
“kamu maju ke depan!” Perintah itu diberikan
kepada seorang pria yang sibuk menguap. Tanpa melawan, si murid maju ke depan.
Saat dia berdiri di depan kelas, beberapa murid perempuan menahan nafas, mereka
tidak menyangka kalau yang sedari tadi menelungkupkan kepalanya adalah Revan
Narendra Herland. Pemenang Olimpiade Matematika Tingkat SMP di Beijing dan dia
mendapatkan nilai Ujian Nasional tertinggi tingkat SMP se-Indonesia. gila, aslinya lebih ganteng dari yang gue
lihat di koran. celetuk berberapa cewek yang terkagum-kagum melihat
Revan.
Revan Narendra Herland, lahir di Jakarta 11
Januari 2002. Anak tunggal dari keluarga Herland. Ayahnya seorang dosen di
salah satu Universitas terkemuka di Jakarta, sedangkan ibunya seorang mantan
model. Ciri fisik Revan, dapat dikatakan nyaris sempurna, perpaduan darah Jawa
dan darah Jerman membuat Revan menjadi rupawan. Tingginya 170 cm, badannya
tegap, alisnya hitam tebal, matanya cokelat terang, hidungnya mancung, tulang
rahangnya tegas, kulitnya putih pucat. Tapi jangan bayangkan vampire di film Twilight,
karena kulit Revan tidak sepucat itu.
Masa PLS sudah selesai, sekarang mereka sudah resmi menjadi murid SMA
Nusa Cendekia. Lantas mereka sangat bahagia, karena terlepas dari kakak OSIS
yang terkenal galak dalam masa PLS. Namun, hari ini merupakan hari yang buruk
untuk Geighi, karena dia datang kesiangan sehingga tidak mendapatkan bangku
yang strategis. Al hasil, Geighi tidak ada pilihan lagi, dia harus duduk
sebangku dengan Revan di bangku paling depan. Yang berjarak satu langkah dari
meja guru, dan akan dijadikan sasaran empuk oleh perhatian guru.
Waktu berlalu begitu cepat, tak dirasa
mereka sudah satu tahun bersekolah di Nusa Cendekia, dan selama dua semester
ini. Revan mendapatkan peringkat pertama di kelas, sedangkan Geighi mendapatkan
pringkat kedua.
“Revan, Dika aku ke masjid dulu yah. Kalo kamu
mau ke kantin, duluan aja. Nada, Nenden. Ayo shalat duha dulu” Kata Geighi. Dan
hanya mendapatkan gelengan dari kedua temannya itu. Hati Geighi teriris-iris
saat ajakan shalatnya ditolak lalu dia tersenyum kecut menanggapi sikap Nada
dan Nenden.
“Yaudah. Gue ke kantin duluan. Lo hati-hati ya
Ghi” Geighi hanya tersenyum dan menggangguk. Kemudian dia berlari meninggalkan
teman-temannya menuju masjid. Revan memperhatikan ujung kerudung putih milik
Geighi yang tertiup angin. Revan menghela nafas panjang. Sepertinya sulit
baginya untuk bisa dekat dengan Geighi. Ada jarak tidak kasat mata yang menjulang tinggi
diantara keduannya.
Di kelas sebelas ini, Revan terpilih menjadi ketua OSIS SMA Nusa
Cendekia. Sebenarnya dia tidak berniat menerima tawaran Marchel, mantan ketua
OSIS terdahulu untuk menjadi kandidat
ketua OSIS. Namun, karena dorongan dari Geighi, akhirnya dia menyetujui tawaran
tersebut. Revan dan Geighi sangat akrab, mereka sering belajar bersama di rumah
Geighi. Sehingga, keluarga Geighi sangat mengenal Revan. Apalagi saat
mengetahui bahwa Revan sering kerumahnya untuk mempelajari islam dari Rio. Maka
dari itu, kedekatan mereka menjadi bahan gosip di SMA Nusa Cendekia. Dan membuat
Geighi merasa tidak nyaman dengan rumor-rumor tersebut.
Karena hal itu, Geighi mulai berfikir untuk menjauhi Revan. Dia takut
kepada Allah akan perasaan yang seharusnya tidak ada dalam benaknya itu. Hingga
Revan sadar dengan perubahan Geighi kepadanya.
“Ghi, lo marah sama gue? Tapi bukannya di agama
lo, sifat pemarah itu gak baik?”
“aku gak marah van” jawab Geighi sambil
menunduk.
“terus kenapa lo gak bawain nasi goreng buatan
mama lo lagi Ghi? Terus kenapa lo sekarang sering ngehindarin gue Ghi?” Revan
terus bertanya. Sedangkan Geighi hanya terdiam, karena dia tidak ingin
berbohong.
“yaudah deh, gue minta maaf. Kalo gue salah.”
Kata Revan memasang mimik muka sedih yang dibuat-buat.
“Revan. Jangan peduliin aku.” Diam. Semenjak
kejadian itu, tidak ada lagi obrolan diantara keduanya.
Buk....buk....buk.... suara pantulan bola basket terdengar
remang-remang akibat hujan yang turun pagi ini. Dan membuat Geighi penasaran
siapa yang memainkan bola basket saat hujan. Geighi kemudian mengintip dari
jendela kamarnya Revan? gumam Geighi yang langsung mengambil krudung di
atas kursi lalu dipakainya.
“REVAN! JANGAN HUJAN-HUJANAN KAMU BISA SAKIT!”
Teriak Geighi, berharap suaranya dapat mengalahkan derasnya suara air
hujan.
“TENANG AIR HUJAN ENGGAK BAKAL BIKIN GUE
SAKIT!” jawab Revan berteriak “Namun,
air hujan inilah yang bikin sakit hati gue berkurang” lanjutnya pelan. Geighi langsung
berlari menuju ke dapur untuk menemui kakaknya.
“Kak Rio
kok izinin Revan hujan-hujanan sih?” omel Geighi ke kakaknya.
“kakak udah larang. Sebelum Mama papa pergi juga
udah dilarang, tapi dia tetep ngeyel. Kayanya dia ada masalah. Habisnya semalem
pas dia dateng ke sini mukanya keruh banget. Kaya sungai ciliwung. Udah sekitar
dua jam dia hujan-hujanan Ghi” Dua jam? Hujan-hujanan? Revan bener-bener
gila. Gumam Geigi yang langsung
berlari menuju Revan.
“Revan
berhenti!” Teriak Geighi.
“udah Ghi, jangan peduliin gue.” Geighi merasa
bersalah, kalimat itu adalah kalimat yang pernah dia ucapkan kepada Revan.
Tanpa memperdulikan hujan, Geighi mendekati Revan,
“Maafin
aku kalau aku pernah bikin kamu sakit hati, Van.” Ucap Gighi.
“Aku Cinta kamu, Geisha Ghania Izora” kata
Revan dengan nada sendu.
DEG... Tubuh Geighi
otomatis mundur beberapa langkah. Matanya mengerjap bingung. Apa yang barusan
dia dengar?
Revan mencintainya?
Geighi mengatakan
maaf, namun kenapa Revan membalasnya dengan kata cinta?
Semenjak kejadian itu hubungan Geighi dan Revan sedikit merenggang.
Namun karena Revan mengatakan bahwa dia akan melupakan Geighi, maka Geighi
mulai bersikap seperti semula. Walaupun kadang kalimat aku cinta kamu masih
membuat Geighi bergidik ngeri dan takut.
“Ghi, bilangin ke Revan. liqo’ hari ini
jam tiga bukan jam lima.” Kata Rio,
“Revan masih suka ikut liqo’ kak? Gimana perkembangan dia kak?” tanya
Geighi.
“lumayan banyak. Otak Revan encer banget. Dia
cepet nangkep kalo dijelasin tentang agama kita. Bahkan dia sudah hafal
berberapa hadis. Tapi sayangnya dia masih ragu dengan hatinya.” Jelas Rio. Geighi
menghela nafas panjang, dan wajahnya langsung mendung.
“Udah
Ghi, enggak papa. Kuasa Allah itu hebat. Doakan saja hati Revan terbuka. Temen
kakak ada yang ikut liqo’ selama lima tahun dia baru mau jadi mualaf”
jelas Rio.
“ll...lima tahun kak?” tanya Gighi gugup.
“Iya lima tahun. Doakan yang terbaik buat dia Ghi.
Sekarang kamu jangan nutupin sesuatu dari kakak, Kamu suka kan sama Revan?”
tubuh Geighi membeku, tangisnya pecah. Dia sangat takut dengan perasaan itu.
“udah gak papa Ghi, wajar anak seusiamu
merasakan hal itu. Tapi, tolong kendalikan perasaan itu, hingga tidak ada
satupun setan yang mengetahui rasa itu. Cukup minta dia kepada Allah disetiap do’a
mu.” Geighi hanya mengangguk di tengah isak tangisnya.
Revan duduk melamun memandang kertas ulangan sejarah yang terdapat angka
4 di kertas bagian kanan pojok atas. Sedangkan Geighi tidak berhenti menyebut istighfar
karena nilai matematikanya terlihat memprihatinkan.
“Revannnn. Lihat nilai matematikaku yang butuh
pertolongan.” Adu Geighi sambil menunjukan kertas ulangan matematikanya yang
mendapatkan nilai 6. Revan diam saja, matanya hanya melirik kertas ulangan
Geighi dan kembali melamun karena nilainya.
“Revan, kok kamu diem aja sih? Nilai aku
jelek.” Rajuk Geighi, kemudian dia melirik lembar kertas ulangan matematika
milik Revan dan berdecak kagum.
“Revan, nilai matematikamu sempurna. Lihat deh
nilaiku Van.”
“Ghi, nilai sejarah gue lebih memprihatinkan
daripada nilai matematika lo.” Kata Revan sambil menunjukan nilai sejarahnya.
Geighi tertawa geli, baru kali ini Revan mendapatkan nilai di bawah 8. Hal ini
dikarenakan minggu lalu Revan tidak masuk kelas karena harus mengurus kegiatan
OSIS yang tidak dapat ditunda.
“tapi aku Cuma dapet nilai 6 Van. Dan itu
sangat memprihatinkan,” adu Geighi lesu.
“Ghi, sekarang gue tanya ke elo. Nilai
matematika berapa?”
“enam.”
“nilai
sejarah gue berapa?”
“empat.” “enam
sama empat besaran mana?”
“enam”
“yang dapet nilai enam siapa?” “aku”
“yang dapet nilai empat siapa?”
“kamu.” Jawab Geighi sambil tersenyum melihat raut muka Revan yang
memelas.
“jadi di sini, gue yang
patut dikasihani bukan elo, Ghi.” Kata
Revan, kemudian menelungkupkan kepalanya.
Revan mendudukan tubuhnya di atas teras masjid.
Matanya memandang langit-langit yang dihiasi bulan dan bintang. Materi liqo’
yang baru dia dengarkan tadi, kembali berputar di kepalanya. Tepukan pelan di
bahu Revan menyadarkannya dari lamunan.
“Gimana? Setelah mendengar kisah mualaf Dokter
Barga lo masih ragu Van?” tanya Candra, satu-satunya orang yang tahu tentang
keraguan Revan untuk masuk Islam adalah rasa cintanya kepada Geighi. Ya, Revan
ragu masuk islam karena dia merasa kalau keinginannya masuk islam bukan
sepenuhnya dia tertarik pada islam namun keinginan itu datang karena dia
mencintai Geighi.
“Tidak ada yang salah kalo lo masuk islam
karena rasa cinta lo ke Geighi. Yang salah itu kalo lo gak mau belajar
mencintai Tuhan yang udah nyiptain hamba-Nya. Gue yakin, bukan rasa cinta lo
yang bikin lo ragu. Keraguan yang lo rasain itu berasal dari setan. Selama satu
tahun ini, lo terus memperlajari islam bukan karena Geighi, namun karena lo
memang tertarik dengan islam. Gue berani bilang ini karena lo gak pernah
nunjukin pengetahuan lo tentang islam di depan Geighi. Bukan begitu? Hidayah
bukan ditunggu, melainkan dijemput. Gue berharap kita bisa mrnjadi saudara
dalam naungan yang sama” Candra berdiri untuk mengumandangkan adzan shalat
isya. Sedangkan Revan mengusap wajahnya gusar.
Geighi menghamparkan sajadahnya. Dengan khusyuk dia mulai melaksanakan
shalat isya yang disetiap sujudnya dia menyebut nama Revan.
Ya Allah... kau yang maha tau apa yang tersimpan di dalam hatiku.
Maaf Ya Allah... Maafkan aku yang telah jatuh cinta padanya. Tumbuhkanlah rasa
cinta ini di hatinya. Hilangkanlah keraguan yang menyelimuti hatinya. Bila rasa
cinta ini salah, aku mohon tolong hapuslah rasa cinta ini dar hatiku Ya Allah. Tangis
Geighi pecah. Salahkah yang dia pinta? Dia tersungkur dalam tangisnya. Kenapa
dia merasakan cinta yang sedalam ini kepada Revan? Kenapa?
“Geighi” suara Rio bersahutan dengan suara
ketukan pintu. Geighi menyeka sisa-sisa tangisnya, masih menggunakan mukena,
dia membuka pintu.
“sudah pulang? Revan mana?” bukannya menjawab,
Rio malah memeluk Geighi, “Ghi”
“kakak kenapa meluk aku? Revan mana?” Rio
mengecup kening Geighi.
“selepas shalat isya... selepas shalat isya
Revan..Revan telah mengucapkan dua kalimat syahadat, Ghi” tubuh Geighi seketika
membeku.
“Revan telah menjadi mualaf, Ghi” Geighi
terkulai lemas. Kakinya tak mampu berdiri, andai Rio tak memeluknya, dia pasti
jatuh tersungkur di lantai. Tangisnya tak mampu dibendung. Beribu kata syukur
memenuhi hatinya. Terimakasih Ya Allah. Terimakasih.
“Assalamualaikum Geighi” Geighi mendongakkan wajahnya, menatap Revan yang baru saja
mengucapkan salam padanya.
“Wa..waalaikumsalam,” jawab Geighi
disela isak tangisnya. Sungguh dia merasa bahagia.
Revan melangkahkan kakinya menuju
masjid saat shalat isya telah selesai. Ada sesuatu yang mengganjal dalam
hatinya. Dadanya sesak lidahnya kelu dan tenggorokannya terasa kering. Dia
menyatakan bahwa dia sudah yakin untuk menjadi saudara seiman dengan mereka.
Kemudian imam masjid menuntun Revan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat yang
disaksikan jamaah masjid Ar-Rahman. “Asyhadu an laa ilaaha illallah wa asyhadu
anna Muhammadar Rasulullah” Revan tidak mampu menahan tangisnya. Ia menangis
tergugu dalam pelukan Rio. Sesak dan beban yang mengganjal di hatinya langsung
sirna dan digantikan oleh perasaan bahagia.
Di perjalanan pulang, Revan mengusap wajahnya. Dia akan memberi tahu
keluarganya karena mereka berhak tau tentang keyakinannya sekarang. Sesampainya
di rumah, Revan mengucapkan salam untuk bi Inah, AST di rumahnya. Bi Inah kaget
dan tersenyum penuh arti dengan tuan mudanya itu. Revan langsung menuju kamar
mama dan papanya sembari membawa baskom berisi air hangat dan handuk kecil.
Diketuklah pintu kamar mamanya,
“Ma, Pa. Revan boleh masuk?” tanya Revan dengan
senyuman.
“tumben izin dulu. Tentu boleh sayang, sini.
Ada apa sayang?” tanya mamanya lembut.
“Ma, Revan sayang mama,” kata Revan sambil
memeluk mamanya. Mama dan Papa Revan saling berpandangan. Mengisyaratkan ada
apa?.
“Mama tau, Revan sayang mama. Apa ada sesuatu?
Bicaralah sayang.” Mama dan Papa Revan tahu kebiasaan anak tunggalnya ini, jika
ada yang ingin dia sampaikan atau sesuatu yang dia minta, maka dia akan
bersikap sangat manis. Revan mengangguk seraya tersenyum kepada papanya dan
menuntun mamanya untuk duduk di sofa.
“Mama duduk yah” Dengan lembut, Revan menyuruh
mamanya untuk duduk di atas sofa, sedangkan dia duduk di bawah tepat di dekat
kaki mamanya.
“kenapa kamu duduk di bawah?”
“karena Revan ingin menyentuh kaki mama.” Revan
tersenyum. Mama Revan menatap putranya dengan pandangan terkejut,
“ka..kamu kee..kenapa?”tanya mamanya dengan
suara parau.
“karena surga Revan ada di bawah telapak kaki mama,”
ucap Revan, walaupun sekarang mereka berbeda agama. Namun surga Revan tetap
berada di bawah telapak kaki mamanya. Dia harus tetap menjaga dan menyayangi
mamanya.
“Re..Revan..ka..kamu? ap..apa ka..kamu?” Mama
Revan cepat-cepat menggelengkan kepalanya. Mengerti dengan ucapan mamanya yang
patah-patah. Revan menganggukan kepalanya dan tersenyum lembut.
“Maafkan Revan Mahh Pahh.. ini pilihan Revan.”
jawab Revan masih dengan senyumannya.
Mama Revan langsung berdiri, dia menatap Revan
dengan pandangan kecewa, “sejak kapan? Sejak kapan kamu...” Mama Revan tidak
sanggup lagi melanjutkan kata-katanya, hatinya terasa begitu sesak, seluruh
anggota tubuhnya mati rasa. “kenapa kamu melakukan itu Revan?”
Revan beranjak dari duduknya untuk meraih tangan mamanya. Plak..
Namun yang Revan dapatkan sebuah tamparan di pipi kirinya.
“jangan tinggalin mama Revan. Apa salah mama
sama kamu? Kenapa kamu melakukan ini” luruh mama Revan di lantai. Revan memeluk
tubuh mamanya yang bergetar.
“Mama enggak ngelakuin salah apapun sama Revan.
Revan enggak akan ninggalin mama dalam keadaan apapun. Walaupun mama yang
nyuruh Revan pergi, Revan gak akan pergi dari mama. Revan selalu sayang sama”
kata Revan yang diakhiri dengan kecupan manis di puncuk kepala mamanya.
Revan berdiri untuk menghampiri papanya. belum sempat Revan berbicara,
Herland, menyeret Revan keluar dari kamarnya. Dengan suara tertatih, Revan
berkali-kali mengucapkan kata maaf untuk papanya. Revan juga mendapatkan satu
tamparan lagi dari papanya. Dengan sesenggukan Mama Revan terus memohon pada
Revan “Mama mohon Revan, kembalilah. Ke..kembali. Jangan khianati Mama Revan!”
Mendengar permohonan Mamanya, Revan hanya tersenyum dan menggeleng kecil sampai
pintu kamar dibanting keras olah papanya.
Ketua OSIS SMA Nusa Cendekia, tampan, cerdas dan pintar. Empat kategori
bergensi disandang langsung oleh seorang Revan. Maka tak heran, kabar sekecil
apapun tentang Revan dalam hitungan detik akan menyebar luas. Dari kalangan
guru-guru, penjaga sekolah, bahkan langganan siomay milik Geighi pun tahu jika
Revan telah masuk islam saat banyak orang yang melihat Revan mengikuti jamaah
shalat dzuhur di sekolahnya. Melihat kejadian itu, banyak murid yang
mengucapkan alhamdulilah. Bahkan siswi-siswi SMA Nuski pun banyak yang
mengharapkan Revan sebagai imamnya. Namun lain halnya dengan Dika, sahabat
Revan dari SMP. Saat Revan tiba di kelas, Revan langsung ditonjok oleh Dika.
“sialan lo Van!” emosi Dika meluap. Tak
henti-henti menonjok Revan, namun Revan tak ingin melawan temannya ini sampai
ketua kelas memisahkan mereka.
“lo kenapa Dik?” tanya Revan baik-baik.
“lo yang kenapa Van?! Cuma karena cewek sok
suci itu, lo sampe ngehianati kami! Lo buat Mama lo nangis, lo buat kelurga lo
kecewa Van!” bentak Dika ” Cuma karena lo jatuh cinta sama cewek sialan itu, lo
sampe pindah keyakinan Van? Van, dia gak peduli tentang perasaan lo ke dia. Lo
pinter, tapi lo begok.” Lanjut Dika pelan, tepat di samping telinga Revan.
Kemudian dia meludah di hadapan Revan dan pergi dengan memicingkan mata tanda
menghina Revan.
Revan kecewa, dia kira Dika satu-satunya sahabatnya akan mendukung
keputusannya. Namun sebaliknya, dia malah sangat membenci Revan. Tak jauh dari
Revan duduk, terdengar Nada dan Nenden berlari mencarinya.
“Van! Gawat. Geighi di tarik sama Dika ke aula.
Kita ngikutin sampe aula. Tapi Dika melototi kami sampe matanya mau keluar.
Ngeri. Kek Limbad Van!” adu Nenden, karena Nada sibuk mengatur nafasnya yang
tersengal-sengal. Tanpa babibu, Revan langsung berlari menuju aula sekolahan,
yang jaraknya cukup memakan waktu lama. Karena gedung sekolah Revan sangat
luas.
“heh lo! Lo jampi-jampi apa si Revan, sampe dia
ngehianati kita?! Ini gara-gara lo! Andai Revan gak jatuh cinta sama lo, dia
bakal ngehianatin kita!” bentak Dika tepat di hadapan Geighi yang menunduk
ketakutan. Dika menyeramkan saat marah, padahal baru kemarin dia bercanda gurau
dengan Dika, namun sekarang dia berubah jadi monster yang siap menerkam.
Sungguh Allah pandai membolak-balikan hati manusia.
“aku gak ngapa-ngapain Revan. Keputusan Revan
itu karena hidayah dari Allah. Bukan karena aku, apalagi jampi-jampi.” Jawab
Geighi menahan rasa takutnya. Dika menonjok dinding tepat di sebelah Geighi
untuk meluapkan emosinya sampai buku-buku tangannya memerah, sedangkan Geighi
terkejut bukan main. Ingin sekali dia encaci maki Geighi, namun lidahnya kelu
tenggorokannya tercekat. “Arrgghhhh” raung Dika.
“Masih ada yang mau kamu tanyakan?”tanya Geighi
kemudian Dika menunduk dan duduk lemas di lantai.
“kalau begitu, aku keluar. Bentar lagi bel
masuk” kata Geighi sambil pergi dari aula.
“Ghi, lo gapapa? Dika ngapain lo?” tanya Revan
saat baru mau menaiki tangga aula.
“aku gapapa Van dia Cuma tanya alesan kamu
mualaf. Aku jawab karena Allah. Benar kan Van, kamu mualaf karena Allah?” tanya
Geighi yang mendapatkan anggukan serta senyuman yang manis dari Revan, jika
kebanyakan wanita akan terpukau. Namun berbanding balik dengan Geighi yang
langsung beristighfar.
Sudah 2 bulan Revan di usir dari rumahnya dia tinggal di apartemen milik
Nino, kakak sepupu Revan, satu-satunya keluarga Herland yang masih
menyayanginya. Revan sering mengirim
paket bunga mawar kesukaan Mamanya dan mengingatkan Mamanya untuk menjaga
kesehatannya. hal itu Revan lakukan agar Mamanya masih bisa merasakan sayang
Revan. Revan benar-benar dikucilkan oleh keluarganya. Semenjak kejadian itu,
Revan juga bersikap dingin kepada Geighi dan teman-teman lainnya. Di waktu jam
kosong atau istirahat, Revan hanya menghabiskan waktunya di masjid dan
menghafalkan ayat suci Al Quran. Dia memang sudah mengambil keputusan itu
sebelum mualaf, dia dikucilkan keluarganya, maka dia akan mengucilkan diri dari
lingkungan sekitar.
Geighi juga terdiam pasrah saat melihat nilai matematikanya, tidak akan
mengadu pada Revan, karena Geighi tau, Revan menjauhinya. Jarak diantara
keduanya sudah sangat jauh. Revan yang sudah mengenal agama itupun tidak berani
mendekati Geighi jika tanpa alasan yang akurat, bahkan saat sudah ada alasan
yang akurat, Revan pun masih menghindarinya. Berbanding balik dengan dulu, dulu
Revan gencar sekali mendekati Geighi, namun sekarang tidak!. Satu hal yang
Geighi tidak tahu, perassan Revan kepadanya masih sama.
“kok adik kakak murung?” tanya Rio saat Geighi membaca novel, namun
pandangannya kosong. Lebih tepatnya melamun.
“karena Revan ya?” Tepat! Geighi langsung
menengok Rio dan mengangguk lesu.
“udah sewajarnya kalian jaga jarak, dulu kalia
terlalu dekat.”
“kakak tau kenapa Revan jauhin aku?” tanya
Geighi
“tidak banyak. Nanti biar Revan sendiri yang
menjelaskannya” Jawab Rio. Geighi masih ingin terus bertanya, namun mengingat
sifat kakaknya yang amanah, Geighi urungkan niatnya itu.
Revan tak pernah berhenti memohon kepada Allah untuk membuka hati kedua
orang tuanya, dan tak lupa dia menyebut nama Geighi dalam doanya. Setelah melaksanakan
shalat, Revan duduk menyendiri di kantin. Dia memandangi kartu peserta
olimpiade matematika yang bertuliskan 08, mengingatkan tentang olimpiade yang
selalu ia ikuti. Namun tahun ini berbeda, tidak ada Geighi di sampingnya
apalagi Mama dan Papanya. Revan menghela nafas panjang, berharap dia berhasil
memenangkan olimpiade ini lagi walau tanpa orang yang ia kasihi.
Revan terkejut bukan main, keringat dingin menyucur di dahinya. Berharap
semuanya akan baik-baik aja, Papanya datang di lokasi Revan lomba dengan raut
muka yang tidak dapat dibaca olehnya. Sedangkan Mama Revan datang dengan mata
sembab. Apa yang terjadi ya Allah? Tanya Revan dalam hati. Papa
Revan berjalan setengah lari untuk menghampiri Revan, Revan menunduk sedikit
takut dan buk... Revan terkejut bukan main, papanya, papanya memeluknya.
Revan rindu pelukan dari papanya.
“Maafin papa sayang, maafin papa yang udah
jahat sama kamu” Revan menangus dalam pelukan papanya, dia bersyukur kepada
Allah telah kembalikan keluarganya.
“maafin papa yang enggak ngehargai keputusan
kamu, papa sayang kamu. Kembali ke rumah ya sayang” ajak papanya sembari
menghapus sisa-sisa tangis Revan, belum sempat Revan menjawab, mama sudah
membawanya ke dalam pelukannya. Sungguh Revan sangat berterimakasih kepada
Allah, apa yang dikatakan Geighi benar saat Revan baru diusir oleh papanya Revan
sabar ya. Allah tidak akan menguji umatnya melewati batas kemampuan umat
tersebut. Pasti kamu bisa Revan. Saat mamanya mengurai pelukannya, Revan
tak sengaja melihat Geighi sedang berjalan ke arahnya dengan tersenyum. Revan
berpamitan ke orang tuanya untuk menghampiri Geighi sebentar.
“Geisha, terimakasih ya buat semuanya.” Geighi
tersentak, Revan memanggilnya dengan sebutan Geisha. Akhirnya Geighi hanya
tersenyum kaku.
“Geisha Ghania, gue minta ke elo buat jaga diri
lo sampai gue dateng buat jemput lo suatu saat nanti.” Lanjut Revan dengan nada
serius. Jantung Geighi bergetar hebat, ia tau apa maksud Revan. Geighi lantas
mengangguk dan tersenyum manis, sangat manis.
Revan dan Geighi hanya saling mendoakan satu sama lain. Saling meminta
kepada Rabb-Nya dalam waktu sepertiga malamnya hingga mereka benar-benar
dipertemukan oleh ikatan suci pernikahan.
Contoh cerpen yang bertemakan agama. terima kasih sudah membaca semoga bermanfaat...happy weekend:)
0 komentar:
Post a Comment